<meta name='google-adsense-platform-account' content='ca-host-pub-1556223355139109'/> <meta name='google-adsense-platform-domain' content='blogspot.com'/> <!-- --><style type="text/css">@import url(https://www.blogger.com/static/v1/v-css/navbar/3334278262-classic.css); div.b-mobile {display:none;} </style> </head><body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d5515158144657271266\x26blogName\x3d%22FOSMAKE%22\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dSILVER\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://fosmake.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://fosmake.blogspot.com/\x26vt\x3d-290706833722814696', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
0 comments | Tuesday, December 2, 2008

Oleh : A. Nabil Kholili MZ

Dalam kehidupan ini memang kita di tuntut banyak hal, salah satunya adalah Ilmu. Karena, ilmu memang seharusnya selalu mendasari lelaku kita, misalnya untuk makan saja kita butuh ilmu dan untuk minumpun kita butuh ilmu, tapi ilmu dalam bidang isi perut ini mungkin tak perlu susah-susah mencarinya karena ilmu tersebut adalah ilmu "wahby" atau ilmu “ladunni”, jadi tak perlu kita belajar makan atau minum kita sudah bisa melakukannya.

Disini penulis tak akan berbicara masalah ilmu-ilmu seperti matematika, ekonomi atau filsafat, karena di samping penulis bukanlah pakar ekonomi atau ahli hitung menghitung ataupun pemikir, dan mungkin tak bisa menjadi pemikir, dikarenakan keterbatasan otak penulis maka penulis lebih memilih jalan selamat saja daripada harus jadi pemikir tapi “wagu”, atau ekonom tapi “lucu” , karena banyak sekali kejadian-kejadian yang ada campur tangan manusianya dilandasi oleh “kehampaan ilmu” dan tak sedikit pula yang berskala sangat besar. Jangankan untuk berbicara panjang lebar mengenai kedokteran, ekonomi atau filsafat, bahkan hanya untuk sekedar “tahu”pun kita harus memakai ilmu !, dan mungkin inilah yang kurang di baca cermat oleh sebagian orang.

Tak heran jika kitapun akan melihat beberapa penampakan dari golongan yang bersentuhan kehidupannya dengan kita, golongan tersebut antara lain adalah : Golongan orang-orang yang tenang dan selalu terjaga, golongan yang membuat orang mudah kagum dan yang terakhir adalah golongan yang membuat penganutnya jadi terlihat aneh. Orang jawa menyebutnya “wagu” orang jakarte menyebutnya “norak” gitu lho.

Golongan yang pertama adalah golongan yang sudah menguasai ilmu : “Tahu kalau dirinya tahu”, Sementara golongan yang kedua adalah golongan yang sudah menguasai ilmu : “Tahu kalau dirinya tidak tahu” dan golongan yang ketiga adalah golongan yang dikuasai oleh ilmu : “Tidak tahu kalau dirinya tidak tahu”.

Golongan yang pertama adalah golongan dimana seseorang benar-benar tahu persis seberapa besar ukuran pantatnya dan harus dikemanakan pantatnya itu, harus di kursi yang mahalkah? Atau di kursi kayukah? Atau harus lesehankah?.Dan orang inipun benar-benar tahu seberapa besar ukuran dan kepantasan peci yang ia pakai, nomer 9 kah? Nomer 8 kah? Pantaskah saya memakai peci bernomer 9 dengan tinggi 10? Akan terlihat wagu kah seandainya saya memakai topi bertuliskan FBI di depannya? tuturnya.

Golongan yang kedua adalah golongan dimana seseorang dengan kesadaran penuh dan tanpa tekanan dari pihak manapun berani mengakui bahwasanya “Saya tidak tahu” atau “Saya Salah”. Kenapa orang semacam ini bisa masuk dalam urutan kedua dalam tingkatan “Tahu” ini? Karena di zaman yang serba Post dan tidak Piss ini sulit sekali menemukan orang yang berani dengan lantang menyuarakan ketidak tahuannya apalagi harus mengaku di depan orang yang memanggilnya dengan kalimat embel-embel yang di taruh di sebelum namanya itu, semisal “Kyai” “Gus” “Mas” “Kang” “Pak Ustadz” dan embel-embel lain yang melambangkan kalangan atas.

Nah, golongan yang ketiga ini adalah golongan yang aneh itu tadi, dan untuk mengetahui keanehan itupun butuh ilmu khusus dan ilmu itupun tak ada batasannya dikarenakan tingkatan ke”norak”an yang tak terbatas pula, saya ambil contoh yang menurut saya paling berbahaya saja, misalnya jika ke”norak”an itu sudah masuk kedalam wilayah keyakinan, karena disana ada keyakinan yang sama tapi di pakai oleh orang yang berbeda, misalnya agamawan, businessman, dan orang-orang yang salah menempatkan pantat ini, pakaian mereka mungkin bisa satu warna, sama-sama menggunakan segel kebenaran dan atribut kemuliaan, tapi mutu dan kesabaran mereka bisa jadi berbeda. ada orang yang menganggapnya sebagai mulia atau bahkan meyakininya sebagai mulia tapi pemarahnya sangat luar biasa, terhadap perbedaan pendapat sedikit saja ia tak menerima, terhadap orang yang berbeda pendapat dengannya ia tak mau mendoakannya, bahkan selalu mengobarkan permusuhan dengannya.

Mungkin itulah salah satu keanehan nyata yang akan selalu menggelayuti kehidupan manusia, karena, manusia itu sendirilah yang menciptakannya. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raji’un.