<meta name='google-adsense-platform-account' content='ca-host-pub-1556223355139109'/> <meta name='google-adsense-platform-domain' content='blogspot.com'/> <!-- --><style type="text/css">@import url(https://www.blogger.com/static/v1/v-css/navbar/3334278262-classic.css); div.b-mobile {display:none;} </style> </head><body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d5515158144657271266\x26blogName\x3d%22FOSMAKE%22\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dSILVER\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://fosmake.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://fosmake.blogspot.com/\x26vt\x3d-290706833722814696', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
0 comments | Wednesday, September 19, 2007





Menelisik Filsafat di dalam Islam
Oleh: Ronny el-Zahro


Prolog
Bermula sejak transliterasi berbagai literatur dan magnum opus filasafat Yunani di semua ranah intelektual kedalam bahasa arab pada masa kholifah al-Mansur di abad 8 M, Secara struktural dengan adanya asimilasi peradaban di atas, maka filsafat muncul di dalam islam meskipun secara nature dan culture filsafat sudah ada sejak zaman Nabi SAW.

Pada masa berikutnya, yaitu pada masa al-Ma’mun merupakan puncak keemasan kegiatan transliterasi untuk pertama kalinya buku-buku metafisika; etika; dan psikologi yang ditranslit ke bahasa arab. Dan semua literatur ditempatkan di perpustakaan terbesar di dunia pada waktu itu ( Baitul Hikmah ) yang bertempat di Baghdad. Kegairahan intelektual mulai mencapai zaman keemasannya, ditandai dengan muncul dan berkembangnya berbagai disiplin ilmu. Seperti psikologi, sosiologi, astronomi dan filsafat khususnya.

Tulisan sederhana ini merupakan sebuah edisi interaktif dalam kajian bersama rekan-rekan “Fosmake.” Dengan pokok bahasan yaitu mencoba untuk menelusuri arti definitif filsafat di dalam islam. Menelisik fase- fase filsafat di dalam islam sekaligus sedikit mengenai dialektika filasat dan agama. Dengan menyimpan harapan agar kita bisa memandang filsafat dengan obyektif dan sebagai motivasi pembaharuan yang merupakan proses abadi yang tidak mungkin dihentikan.

Definisi Filsafat
Apakah itu filsafat ? bagaimana definisinya ? mungkin pertanyaan ini yang pertama kali muncul ketika akan mempelajari filsafat. Secara etimologi filsafat berasal dari Yunani, Philoshopia, yang berarti Philo = cinta, dan shopia = pengetahuan, hikmah. Jadi, filsafat dapat diambil arti definitive sebagai cinta pada kebijaksanaan ilmu pengetahuan. Namun ketika kita tilik dari segi praktisnya, filsafat berarti alam pemikiran / alam berfikir. Berfilsafat artinya berfikir, tapi tidak semua berfikir disebut berfilsafat. Berfilsafat adalah berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.


Adapun arti definitive dilihat dari kaca terminologi kita akan melihat beragamnya interpretasi di antara para filsuf; (i) Plato (427 SM-374 SM) seorang filsuf termashur, murid Sokrates dan guru dari Aristoteles, mengatakan filsafat adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang ada, (ii) Al-Farabi (870-956 M) filsuf terbesar sebelum Ibnu sina dan mendapat gelar “guru kedua”, mengatakan filsafat merupakan ilmu pengetahuan tentang alam maujud yang bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya, (iii) sedangkan Immanuel Kant ( 1724-1804 M) yang sering disebut raksasa pikir barat, mengatakan filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencangkup di dalamnya empat persoalan, yaitu: apakah yang dapat kita ketahui ? (dijawab dengan metafisika), apakah yang boleh kita kerjakan ?( dijawab oleh etika) dan samapi dimana pengharapan kita ? (dijawab dengan antropologi).
Beragam arti definitif diatas tidak mengindikasian antara filsuf satu dengan lainnya bertentangan, melainkan saling mengisi dan melengkapi. Tentu hal ini tidak lepas dari epistemologi, pisau analisa dan kondisi sosial masing- masing filsuf, dengan satu tujuan yang paling asasi yaitu pengertian dan kebijaksanaan.

Fase-fase Filsafat di dalam Islam

Henry corban dalam karya monumentalnya membagi filsafat didalam islam menjadi tiga fase, yaitu;
a) sejak awal datangnya Islam sampai meninggalnya Ibnu Rusyd (1198 M). pada fase ini di bedakan menjadi dua, antara masa sebelum penerjamahan yang mana umat muslim masih bercorak murni, yang masih dalam lingkup local dalam pemikiran dan belum banyak ide-ide yang segar untuk pencerahan islam pada waktu itu. Kemudian fase setelah kegiatan transliterasi yang di pelopori oleh Al-Kindi, pada fase inilah islam mengalami lompatan-lompatan peradaban dan ilmu pengetahuan dimana puncak kejayannya pada masa kholifah Harun al-Rosyd. Hal tersebut bertahan hingga tahun 1198 M di daulah Umayyah Jadid Cordoba. Setelah itu Islam kaah perang dengan pasukan-pasukan salib yang dipimpin oleh Raja Ferdinand dan Ratu Elizabert, lalu terjadi asimilasi dan transliterasi literature-literatur Islam ke bahasa latin di Shoqliyah (Sisilia) dan Thalithalah (Toledo). Akhirnya pusat peradaban secara otomatis berpindah ke barat pada waktu itu juga sampai sekarang.
b) Kebangkitan para theosof-theosof di negeri Iran. Lalu muncul aliran-aliran theosof yang terpengaruh dari metafisika filsafat yunani. Hal ini terbukti dengan munculnya tokoh seperti Ibn Arabi dengan Illuminasinya, al-Hallaj akan konsep al-Ittihatnya dan sampai masa stgnansi islam yang berlangsung kurang lebih selama 2 abad.
c) Fase ketiga, merupakan masa kebangkitan islam untuk melawan imperalisme dan kolonialisme barat. Sebab pada masa ini seluruh bangsa islam merupaka tanah jajahan. Kebangkitan islam pertama di koarkan oleh Jamal al-Din al-Afghani (1849-1905M), Muhammad abduh (1849-1905 M) dan lain-lainlain.

Penting bagi penulis untuk memaparkan salah satu pemikiran filsuf tiap fase-fase diatas guna memperjelas subtansi dari filsafat di dalam islam. Adapun fase awal, Ibnu Rusyd yang telah mengadakan pemaduan antara filsafat dan agama, bahkan melebihi filsuf-filsuf yang telah mendahuluinya. Berdasarkan ini, ia menyimpulkan bahwa antara filsafat dan agama merupakan saudara sesusuan yang bermuara pada satu muara yang bernama ‘kebenaran mutlak’.
Sedangkan pada masa ke-2, theosof yang masyhur pada waktu itu salah satunya Suhrawardi al-Maqtul yang mengembangkan konsep illuminasinya. Dengan mengelaborasikan teori filsafat plato dan emanasi yang dikembangkan oleh al-Farabi yang dijadikan sebagai dasar epistemologinya. Illuminasi, menurutnya merupakan suatu fase yang sangat menentukan perkembangan pemikiran islam sebagai produk logika yang dikembangkan oleh madzhab Ibnu sina, sementara di sisi lain ia mengembangkan filasafat plato.

Untuk fase terakhir, kebangkitan islam dipelopori oleh beberapa tokoh yang antara lain; (1) Jamaluddin al-afghani, seorang sarjana politik asal Afghanistan. Sebagai penganjur koreksi pengetahuan agama islam yang bersifat tradisional,’kolot’, untuk disesuaikan dengan kondisi kekinian. (2) Muhammad abduh (1849-1905 m), seorang murid dari al-afghani sekaligus mufti besar mesir yang amat terkenal dengan pemikirannya meremajakan pengetahuan islam klasik. (3) Muhammad iqbal; seorang theosof, pujangga dan filsuf dari Pakistan. Dalam pemikiran beliau, rekonstruksi pemikiran dalam islam adalah sebuah keniscayaan yaitu dengan pisau analisis antropologis-historisnya guna melakukan lompatan-lompatan pembaharuan dalam struktur tradisi pemikiran umat islam. Khususnya India atau Pakistan.

Epilog
Realita sekarang tentunya sangat diperlukan renungan filosofis guna menjawab problematika zaman, yang mengharuskan setiap generasi berdialektika dengan zamannya dan memberikan jawaban yang relevan sesuai dengan konteksnya. Upaya revitalisasi fisafat di dalam islam bukan hal yang aneh lagi bagi para ulama dan pemikir islam. Meskipun hingga saat ini pandangan umat islam masih pro-kontra untuk masalah filsafat itu sendiri, apakah filsafat diperlukan di dalam islam dan identitasnya merusak akar-akar esensial agama islam (?). Dimanakah sebenarnya letak permasalahannya? Mari kita diskusikan!